Laporan bersama ini memperlihatkan bagaimana Papua Barat sedang menjadi hot spot atas berlangsungnya pelanggaran hak asasi manusia dan konflik bersenjata di Indonesia dan di wilayah Asia-Pasifik. Bila dibandingkan dengan beberapa waktu sebelumnya, pelanggaran yang terjadi lebih serius.
Laporan ini mencakup situasi hak asasi manusia, konflik dan pembangunan di dua provinsi paling timur di Indonesia yaitu Papua dan Papua Barat (selanjutnya dirujuk sebagai Papua Barat). Koalisi Internasional untuk Papua (ICP) dan Westpapua-Netzwerk (WPN) menerbitkan laporan bersama ini setelah lebih dari dua tahun melakukan dokumentasi dan penelitian secara luas. Laporan ini disiapkan dalam kerja sama erat dengan berbagai organisasi yang ada di Papua Barat dan di Jakarta. Dua puluh tujuh pemangku kepentingan – yang terdiri dari LSM lokal, nasional dan internasional, organisasi berbasis agama dan pakar internasional – memberikan kontribusi untuk penerbitan publikasi ini. Oleh karena itu, laporan ini menyajikan rangkaian lengkap dan akurat atas kejadian-kejadian yang berlangsung dalam beberapa tahun terakhir.
“Pola pelanggaran hak asasi manusia di Papua Barat sangat berbeda dari daerah lain di kepulauan Indonesia. Ini disebabkan oleh konflik politik yang tak kunjung terselesaikan dan defisit pembangunan yang serius,” kata Peter Prove, Direktur Urusan Internasional, Dewan Gereja-gereja se-Dunia (World Council of Churches/WCC).
Operasi pasukan keamanan Indonesia yang berlangsung di dataran tinggi Papua dan pecahnya kekerasan rasial dalam menanggapi serangan terhadap mahasiswa Papua sepanjang tahun 2019, telah menciderai citra ‘Papua yang beraneka ragam budaya dan Papua yang maju pesat’ yang berusaha dipromosikan oleh Pemerintah Indonesia ke dunia luar.
Laporan ini menggunakan indikator yang dapat diverifikasi untuk menilai kemunduran dan kemajuan yang ada di provinsi Papua dan Papua Barat, sekaligus untuk mengamati sejauh mana Pemerintah Indonesia telah mengatasi ketimpangan yang terus-menerus terjadi di dua provinsi ini.
Stigmatisasi dan diskriminasi rasial terhadap etnis Papua di berbagai bidang kehidupan masyarakat memberikan dampak yang mendalam. Terutama pada kelompok-kelompok rentan seperti masyarakat adat dan perempuan.
Sementara Pemerintah masih gagal mengatasi konflik politik jangka panjang di Papua dan Papua Barat, lingkaran kekerasan terus berlangsung.
“Sehubungan dengan masih berlangsungnya konflik bersenjata, meningkatnya jumlah korban jiwa di kalangan warga sipil dan anggota kelompok bersenjata menunjukkan bahwa situasi konflik di Papua Barat semakin parah sejak 2018”, Adrien-Claude Zoller, Presiden Geneva for Human Rights, menjelaskan.
Pengamatan ini didukung oleh beberapa laporan masyarakat sipil tentang meningkatnya jumlah pengungsi internal di dearah konflik sepanjang tahun 2019.
Dengan mengabaikan peningkatan ketegangan rasial dan eskalasi konflik bersenjata di Papua Barat, Pemerintah Indonesia masih mewakili pandangan bahwa masalah di Papua Barat murni bersifat ekonomi. Laporan baru ini mengumpulkan rangkaian rekomendasi terhadap Papua Barat yang disampaikan oleh berbagai negara, organisasi antar pemerintah dan para ahli tingat internasional, dalam berbagai aspek tematis.
“Rekomendasi ini bertujuan untuk menyelasaikan pelanggaran hak asasi manusia, memperkuat pembangunan yang berorientasi pada manusia dan memutus siklus konflik bersenjata yang semakin meningkat,” kata Norman Voß, Koordinator sekretariat ICP.
Versi bahasa Indonesia akan segera tersedia.
Download the Report in English HERE